Selasa, 11 April 2023

Human Capital


Ekonom klasik pada abad ke-18 telah menganalisis faktor-faktor yang menjadi syarat untuk memproduksi suatu komoditas. Misalnya menurut Adam Smith (1776), proses produksi terdiri dari tiga faktor, yaitu: tanah, kerja, dan modal. Tanah dimiliki oleh kelas tuan tanah yang mendapat penghasilan berupa sewa, kerja dimiliki oleh kelas buruh yang mendapat penghasilan berupa gaji, dan modal dimiliki oleh kelas kapitalis yang mendapat penghasilan berupa laba. Ketiga faktor itu juga yang membentuk harga suatu komoditas.

Perhatian terhadap manusia sebagai salah satu faktor produksi semakin tinggi pada abad ke-20, tampak dari munculnya istilah-istilah seperti “human relations”, “human engineering”, dan “personnel approach” dalam aktivitas manajemen. Ekonom E. Wight Bakke (1958) sampai membuat anekdot, jika seorang industriawan Rip Van Winkle dari abad ke-19 ketiduran dan baru bangun seratus tahun kemudian pada abad ke-20, maka salah satu dari sekian banyak perbedaan yang akan menjadi perhatiannya adalah penggunaan istilah-istilah itu.

Kendati demikian, kesadaran akan manajemen sumber daya manusia sebenarnya sudah muncul sejak era masyarakat kuno. Dalam masyarakat Mesir Kuno misalnya, menurut Saatci (2014), telah ada praktik manajemen sumber daya manusia dalam proyek pembangunan kuil-kuil mereka. Di mana, mereka telah memakai sistem presensi yang memasukkan setiap nama pekerja ke divisi-divisi tertentu, lalu mengklasifikasinya ke grup-grup tertentu. Selain itu, mereka juga sudah menerapkan sistem insentif untuk para pekerjanya. Di mana dalam salah satu praktiknya, pekerja kurang terampil mendapat 10 roti perhari, sedangkan para pengrajin mendapat 20 roti.

Kemajuan ilmu sosial saat ini membawa kita sampai pada konsep manusia sebagai modal, yang dikenal dengan istilah "human capital". Istilah ini pertamakali digunakan secara formal dalam literatur ilmu ekonomi oleh Irving Fisher pada tahun 1897 lewat tulisannya yang berjudul "Senses of “Capital”. Namun, dalam tulisannya, Fisher tidak mengelaborasi konsep human capital. Ia menjelaskan tentang kurang bergunanya klasifikasi dalam ilmu ekonomi, seperti klasifikasi human capital dan land capital, atau klasifikasi business capital dan private capital

Dalam artikelnya itu, Fisher menganjurkan ilmu ekonomi untuk menggunakan instrumen analitik. Seperti halnya ilmu fisika yang tidak mengklasifikasi benda-benda yang ada di alam semesta ke dalam benda ringan dan benda padat, melainkan menggunakan konsep kepadatan dan berat. Sebelumnya, ilmu biologi juga kurang berkembang karena membatasi analisisnya pada teknik klasifikasi tanaman dan binatang semata, sampai kemudian Charles Darwin memperkenalkan konsep abstrak mengenai variasi, keturunan, dan seleksi.

Adapun, diskusi mengenai konsep human capital dalam ilmu ekonomi pertamakali disinggung oleh A. C. Pigou dalam bukunya, "A Study in Public Finance" (1929). Pigou mengungkapkan, bahwa uang yang diperoleh dengan pengalihan dari konsumsi tidak sepenuhnya tidak relevan dengan masa depan. Ada yang namanya investasi dalam modal manusia serta investasi dalam modal material. 

Begitu hal itu disadari, perbedaan antara ekonomi dalam konsumsi dan ekonomi dalam investasi menjadi kabur. Karena pada titik tertentu, konsumsi adalah investasi dalam kapasitas produktif pribadi. Hal ini sangat penting dalam hubungannya dengan anak-anak: mengurangi pengeluaran yang berlebihan untuk konsumsi mereka dapat sangat menurunkan efisiensi mereka di kemudian hari.

Sebagaimana tercermin dari namanya, human capital memandang manusia sebagai modal, bukan sebagai sumber daya (resources). Adapun, prinsip fundamental dari human capital adalah bahwa kapasitas belajar orang nilainya sebanding dengan input yang dibutuhkan dalam proses produksi, seperti tanah dan mesin.

Konsep human capital ini sebenarnya cukup problematis dan tidak masuk akal, dalam taraf tertentu bahkan merugikan kelas pekerja. Pasalnya, pabrik dan mesin yang dimiliki kelas kapitalis dapat berfungsi sebagai jaminan pinjaman, tetapi tenaga kerja dari pekerja upahan tidak bisa. Ketika pekerja gagal membayar pinjaman, dia tidak dapat menjual “kekayaan” yang didasarkan pada daya penghasilan masa depannya, kecuali dia menjual dirinya sebagai budak (Hodgson, 2014).

Sayangnya, alih-alih berurusan dengan masalah konseptual yang fundamental ini, pendukung human capital lebih memilih bergerak untuk mengeksekusi program riset mereka. Mereka tidak menyadari atau lebih tepatnya mengabaikan keterbatasan konseptual memperlakukan manusia sebagai modal di samping input "modal" lainnya sebagai serangkaian argumen dalam fungsi produksi.

Salah satu pendukung konsep human capital yang terkemuka adalah Gary S. Becker, seorang penerima hadiah Nobel di bidang ekonomi. Menurut Becker, human capital mengacu pada pengetahuan, informasi, ide, keterampilan, dan kesehatan individu. Era sekarang disebut oleh Becker sebagai "The Age of Human Capital", di mana human capital sejauh ini menjadi bentuk modal yang paling penting dalam perekonomian modern. Keberhasilan ekonomi individu, dan juga keseluruhan ekonomi, tergantung pada seberapa luas dan efektif orang berinvestasi dalam diri mereka sendiri.

Sedangkan, yang dimaksud investasi human capital adalah segala kegiatan yang dapat mempengaruhi pendapatan moneter dan psikis di masa depan dengan meningkatkan sumber daya pada orang-orang. Bentuk investasi human capital tersebut adalah termasuk sekolah, kursus, perawatan medis, migrasi, dan lainnya.

Menurut Becker, studi menunjukkan bahwa modal yang diinvestasikan pada pria dan wanita adalah lebih dari 70 persen dari total modal di Amerika Serikat. Total yang diinvestasikan untuk sekolah, di tempat kerja pelatihan, kesehatan, informasi, dan penelitian dan pengembangan pasti lebih dari 20 persen dari produk domestik bruto. Teknologi mungkin menjadi pendorong ekonomi modern, terutama di sektor teknologi tinggi, tetapi sumber daya manusia tentu saja adalah bahan bakarnya.

Jadi, teori konsep human capital berusaha menjelaskan keuntungan dari pendidikan dan kursus sebagai sebuah investasi, yang menempatkan manusia sebagai salah satu bentuk modal dalam pembangunan ekonomi. Dalam perspektif human capital, pendidikan dan sekolah adalah investasi yang disengaja untuk mempersiapkan tenaga kerja, meningkatkan produktivitas individu dan organisasi, maupun untuk mendorong pertumbuhan dan pembangunan pada level internasional.


Share:

0 comments:

Posting Komentar